Aceh Tamiang – kabartujuh.com
Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Peribahasa itu kini serasa menjadi kenyataan paling pahit bagi seorang gadis belia sebut sajal Bunga (nama samaran), warga Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang. Di usianya yang baru menginjak 15 tahun, ia harus menanggung luka yang tak semestinya ditanggung seorang anak seusianya—luka lahir batin akibat dugaan pelecehan seksual yang merenggut rasa aman, kebahagiaan, dan masa remajanya.
Peristiwa memilukan itu terjadi pada Minggu dini hari, sekitar pukul 01.00 WIB (8/9/2025) . Usai kejadian, Bunga tak berani pulang ke rumah. Ia hanya diturunkan di pinggir jalan oleh seorang laki-laki tak bertanggung jawab. Sejak saat itu, Bunga menghilang. Rasa panik bercampur hancurnya hati keluarga langsung menyelimuti rumah sederhana mereka. Orang tua dan saudara berusaha mencari ke mana pun, hingga laporan kehilangan harus mereka buat ke Polres Langsa.
Hari berganti hari, pencarian tanpa henti dilakukan. Enam hari lamanya keluarga hidup dalam kegelisahan dan doa tanpa putus. Hingga akhirnya, Bunga ditemukan di Sidodadi, Kota Langsa—di rumah seorang perempuan sebut saja l Resya ( nama samaran) yang baru dikenalnya. Namun, penemuan itu pun bukan hal yang mudah. Pihak keluarga mengaku harus melakukan cara penuh air mata, terpaksa menjebak perempuan tersebut demi mengetahui keberadaan Bunga.
“Iya, Bang… kami jumpai dia di rumah cewek itu. Awalnya tidak mau dikasih tahu. Tapi demi adik kami, kami pasang cara, kami jebak. Baru ketahuan tempatnya,” ungkap kakak korban dengan suara bergetar, menahan marah sekaligus sedih.
Suasana pun sempat ricuh. Massa berkumpul, amarah warga tak terbendung. Namun akhirnya, Bunga berhasil dibawa pulang ke pangkuan keluarga. Sayangnya, pulang kali ini bukan dengan senyum bahagia, melainkan tubuh yang dipenuhi trauma, jiwa yang diliputi ketakutan, dan hati yang hancur berkeping-keping.
Meski pihak keluarga berniat melaporkan kasus ini ke Polres Langsa, keterbatasan ekonomi membuat mereka harus mengurungkan niat sementara waktu. Perangkat gampong setempat membenarkan adanya kejadian ini. Bahkan disebutkan, terduga pelaku telah mengakui perbuatannya. Namun, langkah hukum penuh belum ditempuh, karena keluarga masih bergulat dengan kesedihan dan kebingungan.
“Ya, kami sudah koordinasi dengan kepolisian sebelum korban ditemukan. Pelaku juga sudah mengaku. Tinggal keluarga korban membuat laporan resmi,” ujar seorang perangkat gampong.
Tragedi ini menorehkan luka tak hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi masyarakat yang mendengarnya. **Pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur bukanlah perkara sepele.** Ia meninggalkan trauma yang bisa membekas seumur hidup, dan membutuhkan pendampingan psikologis serta dukungan moral yang besar.
Kini, Bunga dan keluarganya bukan hanya membutuhkan keadilan hukum, tetapi juga uluran tangan pemerintah dan masyarakat. Mereka butuh biaya, butuh perlindungan, butuh tempat bersandar. Yang paling utama, Bunga butuh harapan—agar masa remajanya tak terkubur dalam nestapa, agar senyum yang hilang bisa kembali, dan agar luka yang menyayat ini bisa perlahan terobati.